MEDAN, KOMPAS.com - Sejumlah seniman menggelar aksi di depan Taman Budaya Medan, Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Medan, Rabu (24/7/2024).
Pantauan Kompas.com di lokasi, para seniman yang tergabung dalam Konsorsium Seniman Medan ini berorasi dan melakukan beberapa pertunjukan seperti membaca puisi dengan pengeras suara.
"Kembalikan fungsi Taman Budaya Medan. Sebagai wadah seniman berkreasi, baik dalam proses latihan dan pertunjukan," demikian narasi yang dimuat di spanduk massa aksi.
Baca juga: Marah Proyek Tugu Medan Tak Sesuai Desain, Bobby: Abang Jangan Main-main!
Di sela-sela aksi, Pj Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Medan Topan Ginting datang ke lokasi bersama timnya. Tak lama, Topan mengajak para seniman berdiskusi di panggung Taman Budaya Medan.
Mereka pun duduk melingkar di atas panggung. Satu per satu seniman angkat bicara terkait persoalan yang sedang dihadapi. Perlahan-lahan, Topan memberi tanggapan. Setelah itu Topan bersama seniman berkeliling memeriksa sejumlah ruangan.
Baca juga: Perbaikan Jembatan Ambruk, Pemkot Medan Surati PT KAI
Afrion selaku Koordinator Konsorsium Seniman Medan menjelaskan, sejumlah seniman resah atas beralihnya fungsi ruangan di Taman Budaya Medan.
"Jadi sebelum ini diambil Pemkot Medan, ada 12 ruangan di sini. Baik itu sanggar seni teater, tari, lukis, sinematografi, musik, dan lainnya. Sekarang dari 12 ruangan itu tinggal 6 ruangan," kata Afrion saat diwawancarai di lokasi, Rabu (24/7/2024).
Sedangkan 6 ruangan lainnya tidak bisa dipakai karena sedang proses renovasi. Namun yang menjadi persoalan 6 ruangan lagi justru tak bisa dipakai para seniman.
Mirisnya pula, ketika para seniman mendesak untuk memakai ruangan malah dipungut biaya ratusan ribu rupiah per harinya.
"Kita memang gak dikasih, itu ada pungutan karena kita desak. Itu salah satunya untuk menyewa sanggar tari, karena bayar Rp 200 ribu, saya tidak mau," ucapnya.
"Katanya untuk biaya mengelola ini, saya tidak tahu. Mungkin itu perintah dari sekretaris dinas. Memang ada beberapa yang bayar juga karena terdesak butuh tempat latihan," sambung Afrion.
Afrion mengungkapkan, dua orang yang sering meminta pungutan liar itu berinisial C dan E, sebagai pengurus gedung dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan.
Selain soal pungli, dia juga menyoroti masalah pembatasan jam malam. Mulai pukul 21.00 WIB, Taman Budaya Medan harus dikosongkan. Menurutnya, hal itu membatasi jam latihan para anak muda.
"Kita minta tidak dibatasi karena yang latihan di sini tidak semuanya seniman. Misalnya mahasiswa yang kuliah di Unimed. Mereka biasa siap kuliah pukul 18.00 WIB, maka mulai latihan pukul 20.00 WIB," sebutnya.
Menanggapi hal itu, Topan menegaskan, mulai saat ini seluruh gedung di Taman Budaya Medan dapat digunakan oleh seniman serta lainnya. Namun ia berharap ada aturan tetap yang diberlakukan untuk mencegah hal negatif terjadi.
"Mulai hari ini semua (ruangan) sudah bisa dipakai. Ini memang ruang publik, tapi tetap diatur. Jadi tidak disalahgunakan nantinya. Karena pernah kita dengar, dulu sempat disalahgunakan tempat orang narkoba, dan lain sebagainya yang tak selayaknya," ungkap Topan.
Terkait pungli, Topan menegaskan, sejauh ini tidak ada peraturan daerah mengenai pembayaran untuk memakai ruangan. Oleh karena itu, pihaknya akan memeriksa C dan E terkait pungli tersebut.
"Sampai dengan hari ini tidak ada perda mengenai pembayaran di sini dan akan saya tindak. Jelas itu pungli, pasti ditindak. Dan ini yang kemarin melakukan, akan saya minta diperiksa dan ditindak," tutup Topan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang