MEDAN, KOMPAS.com - Burhanuddin Saragih resah sampah menggunung mencemari kampungnya. Di tengah kesibukannya mencari kepiting, dia berusaha mengajak warga setempat untuk mengolah limbah menjadi berkah.
Pria berusia 55 tahun ini tinggal di Kampung Nelayan Seberang, Lingkungan XII, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Kampungnya dikelilingi dua aliran sungai. Yakni Sungai Nonang dan Sungai Hiu.
Akses menuju kampung ini cukup sulit. Setiap orang mesti menaiki perahu yang ada di dermaga Kelurahan Belawan I. Sekali berlayar, penumpang membayar Rp 5.000.
Baca juga: Debat Pilkada Kota Magelang, Aman Usung Bank Sampah, Damai Usul Tiap RW Ada Incinerator
Senin (28/10/2024) sore, Burhanuddin baru saja siap menyambut kunjungan staf Pertamina. Ayah dari tiga orang anak ini beristirahat sejenak di bank sampah yang telah dibangun sejak Juli 2024.
Bangunan bank sampah itu dibangun di atas air. Bercat hijau dengan penanda papan nama bertuliskan, “Bank Sampah Horas Bah”.
Sembari mengajak melihat bagian dalam bangunan, pria bertopi abu-abu ini menceritakan kegelisahannya.
Sudah puluhan tahun Burhanuddin tinggal di Kampung Nelayan Seberang sebagai seorang nelayan kepiting. Setiap kali air pasang, bau menyengat menusuk hidungnya. Sebab, sampah kiriman yang dibawa sungai dari daerah lain kerap kali terdampar di kampungnya.
“Sampah di sini kian hari, kian menumpuk. Setiap air pasang, bertambah terus sampahnya. Karena ada sampah kiriman juga dari daerah Hamparan Perak, Sicanang, dan lainnya,” kata pria yang akrap disapa Pak Udin.
Baca juga: Atasi Sampah di Yogyakarta, DLH Minta Masyarakat Aktifkan Kembali Bank Sampah
Pencemaran lingkungan dari sampah ini tak hanya berdampak pada kesehatan warga sekitar. Tapi turut mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Kini, dia mengaku sulit mendapat kepiting di perairan dekat kampungnya.
“Seperti udang, ikan, dan kepiting itu tidak mau dekat dengan sampah. Makanya situasi itu membuat tangkapan nelayan semakin berkurang dan ujungnya berdampak ke ekonomi,” sebut Udin.
Tak ingin mendiamkan situasi itu, Udin mulai belajar dari media sosial bagaimana caranya mengelola sampah menjadi berkah. Didapatinya salah satu jalan keluar dengan membangun bank sampah.
Beruntung keinginan Udin didukung PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Medan yang menjadikan Kampung Nelayan Seberang sebagai binaan Corporate Social Responsibility (CSR). Selanjutnya, Udin mulai menggaet warga setempat untuk turut serta.
Akan tetapi, tak sedikit warga memandang niat mulianya sebelah mata. Warga tak percaya sampah dapat menjadi berkah. Bahkan, sejumlah orang menganggap upaya Udin akan kandas sebelum setahun. Meski begitu, dia tak goyah dan terus melangkah.
“Saya punya mimpi, bagaimana generasi ke depan dapat mencintai lingkungan,” ujar Udin.
Sampailah akhirnya, Udin menjadi ketua pengurus Bank Sampah Horas Bah dengan anggota yang kini berjumlah 17 orang. Perlahan, pengelolaan bank sampah mulai berkembang dan berpotensi menghasilkan cuan.