MEDAN, KOMPAS.com - Kebijakan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) yang melarang penjualan gas elpiji 3 kg secara eceran sejak Sabtu (1/2/2025) menuai polemik di masyarakat.
Selanjutnya, melalui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar pengecer boleh berjualan elpiji 3 kg seperti biasa.
Menanggapi instruksi Prabowo ini, Lina Bangun (41), pemilik warung di Jalan Karya Kasih, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, menyambut baik.
Menurutnya, apa yang dilakukan Prabowo sudah tepat dan tidak seharusnya Kementerian ESDM gegabah menjalankan kebijakannya. "Ya memang sudah harus begitulah, kami boleh jualan gas lagi," ujar Lina saat diwawancarai di warungnya, Selasa (4/2/2025).
Baca juga: Meski Ada Instruksi Presiden, Pangkalan Belum Berani Jual Gas 3 Kg ke Pengecer
Lina juga mengatakan sudah 12 tahun berjualan gas eceran.
Kata dia, selama jualan, dia hanya mengambil keuntungan Rp 1.000 saja untuk setiap penjualan gas elpiji. "Nggak nya kami mengambil untung banyak-banyak. Saya jualan sudah 12 tahun, aku jual gas, untung yang selalu kuambil cuma 1.000 aja setiap tabung gas. Laku gas ku 10, untung aku 10 ribu, syukur buat tambahan hidupku," katanya.
Lina mengakui dengan kebijakan ESDM itu dia sempat marah, sebab selama ini masyarakat tidak pernah mempersoalkan pembelian gas eceran ini.
Justru, kebijakan Kementerian ESDM ini semakin menambah persoalan rakyat, karena mereka harus membeli dengan mengantri di pangkalan.
Belum lagi, pangkalan kebanyakan hanya buka sampai sore hari saja, jadi apabila warga kehabisan gas di malam hari, akan sulit mencari gas elpiji.
Lina meyakini bila pemerintah mempertahankan kebijakan ini, rakyat akan marah. "Makannya pemerintah jangan sesuka hati buat kebijakan. Aku ini warga Gunung Sinabung (di Kabupaten Karo), jangan sampai rakyat marah, nanti bisa besar kemarahan, kayak Gunung Sinabung meletus," katanya.
Hal senada juga disampaikan penjual gas lainnya, Sinuhaji (55) di Jalan Jamin Ginting, Kecamatan Medan Baru.
Baginya, kebijakan Kementerian ESDM ini merugikan rakyat.
Menurutnya, lebih baik mereka fokus menangani kasus pengoplosan atau penimbunan gas elpiji agar keberadaan bahan tersebut tidak langka.
"Memang itu pekerjaan sehari-hari. Saya sudah 12 tahun jualan gas elpiji, tapi kemarin kenapa nggak boleh ya? Kashian memang masyarakat, tapi pemerintah lebih kurang ajar," ujar Sinuhaji di warungnya.
"Seharusnya pemerintah lebih fokus menindak pelaku-pelaku pengoplos gas, yang buat kelangkaan gas, bukan malah buat kebijakan seperti ini," tutupnya.
Baca juga: Aturan Elpiji 3 Kg Berubah-ubah, Andri Pilih Bersiap Beralih Gas 5,5 Kg
Sebelumnya diberitakan, Kementerian ESDM menegaskan bahwa mulai 1 Februari 2025, penjualan elpiji 3 kg hanya boleh dilakukan melalui pangkalan resmi Pertamina.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan alasan kebijakan itu dilakukan untuk memperbaiki tata kelola penyediaan elpiji 3 kg, termasuk mengatasi oknum pengecer yang menaikkan harga gas.
"Harga elpiji itu kan Rp 4.000 lebih, maksimal Rp 5.000, Rp 6.000. Tapi, kalau ada yang menaikkan, berarti kan kita harus mengelolanya dong. Memang sekarang di bagian pengecer itu lagi dikelola dengan baik," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang