Sementara itu, Kepala Ombudsman Sumut, Herdensi, mengimbau agar semua pihak yang berkaitan dengan pemagaran bisa menyelesaikannya secara substantif.
"Jadi bukan hanya membongkar pagarnya, tapi secara substantif menyelesaikan masalahnya. Kalau memang ini ternyata hutan lindung, ya harus dilindungi. Orang-orang yang tak bertanggung jawab melakukan pengelolaan di sini, saya kira harus ada langkah-langkah hukum untuk menyelesaikannya," harapnya.
Sebelumnya diberitakan, kawasan hutan lindung di pesisir pantai Desa Rugemuk dipagari oleh pengusaha tambak dengan luas lahan yang dipagar mencapai 48 hektare dan panjang sekitar 800 meter lebih.
Pantauan Kompas.com pada Kamis (21/2/2025) menunjukkan bahwa pagar tersebut memiliki tinggi sekitar 3 meter dan jarak dari pantai ke lokasi pemagaran sekitar 300 meter (sebelumnya 30 meter).
Dari pantai di dekat lokasi pagar, terdapat plang yang menyatakan bahwa tanah di sekitar lokasi merupakan kawasan hutan negara.
Terkait pemagaran itu, Kepala Dinas LHK Sumut, Yuliani Siregar, terjun langsung ke lokasi pembongkaran.
Ia menegaskan bahwa kawasan hutan adalah milik negara dan bukan milik perorangan.
"Saya langsung sama masyarakat yang membongkarnya. Alasan pembongkaran yang pertama, adanya pengaduan masyarakat. Kedua, itu kawasan hutan, kawasan hutan lindung. Mana ada orang yang bisa memiliki kawasan hutan tanpa izin," ujar Yuliani saat dihubungi melalui telepon seluler, Minggu (23/2/2025).
Yuliani menjelaskan bahwa berdasarkan pengamatannya di lapangan, terdapat sekitar 48 hektar lahan hutan yang dipagari oleh seorang pengusaha bernama Albert.
Dia menegaskan bahwa lahan hutan tidak boleh diperjualbelikan.
Ketika ditanya mengenai klaim pengusaha tersebut yang menyatakan telah membeli lahan dari masyarakat pada tahun 1982 dan memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari camat dan lurah setempat, Yuliani mengaku heran.
Ia menegaskan bahwa lahan hutan tidak boleh diperjualbelikan.
Perusahaan yang memagari lokasi tersebut adalah PT Tun Sewindu.
Melalui kuasa hukumnya, Junirwan Kurnia, dijelaskan bahwa kliennya telah membeli lahan tersebut dari masyarakat sejak tahun 1982 melalui proses ganti rugi.
Baca juga: 48 Hektar Pesisir Pantai di Deli Serdang Dipagari Pengusaha, DPRD Beri Reaksi
Pada tahun 1988, kliennya membangun pagar yang kini berukuran 900 meter dengan beton setinggi 40-50 meter dan sisanya terbuat dari seng.
“Jadi pagar itu sudah lama, cuma kemarin itu diperbaharui. Untuk lahan itu kita sudah memiliki SK Camat dan Lurah. Nah, kenapa itu dipagar? Karena kita tidak tahu bahwa itu kawasan hutan dulunya,” ungkap Junirwan.
Dia menambahkan bahwa baru pada tahun 1991 ada SK Penetapan Kawasan Hutan yang menyatakan bahwa sebagian lahan tersebut masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang