MEDAN, KOMPAS.com – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menegaskan bahwa pemerintah belum bisa memastikan pemberian ganti rugi terhadap warga terdampak semburan lumpur panas di Desa Roburan Dolok, Mandailing Natal (Madina).
Menurut Bobby, lumpur panas yang merusak lahan pertanian warga itu muncul karena faktor alam, bukan akibat kegiatan industri.
"Itu belum ada (pembahasan soal ganti rugi), nanti sama Pak Bupati penjelasannya. Kemarin kata Bupati kami pelajari lebih lanjut, saya belum bisa statement tentang itu. Nanti setelah kami pelajari, baru ada kesimpulan," ujar Bobby saat ditemui di kantornya, Rabu (7/5/2025).
Baca juga: Semburan Lumpur Panas di Mandailing Natal Meluas hingga 21 Titik, Hancurkan Sumber Air Warga
Bobby mengatakan, berdasarkan informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), semburan lumpur panas tersebut merupakan fenomena alam yang terjadi akibat retakan tanah.
“Dari alam, karena ada retakan,” katanya.
Ia menambahkan, mekanisme ganti rugi pada umumnya hanya berlaku jika kerusakan disebabkan oleh pembangunan atau aktivitas usaha, bukan bencana alam.
“Kemarin sudah berdiskusi dengan Dirjen langsung. Untuk ganti rugi belum dibahas ke sana, karena ini kan karena (faktor) alam. Kalau ganti rugi, kejadiannya karena efek dari pembangunan, efek dari kegiatan usaha atau apa, kalau alam bukan ganti rugi namanya,” tutur Bobby.
Baca juga: Lumpur Panas Resahkan Warga Madina, Walhi Tuding PT SMGP Penyebabnya
Sebelumnya, semburan lumpur panas di Desa Roburan Dolok sempat viral di media sosial pada Selasa (22/4/2025). Lumpur menyembur dari beberapa titik dan terus meluas, menyebabkan tanaman warga mati serta mencemari aliran sungai.
Bupati Mandailing Natal Saipullah Nasution mengatakan, semburan tersebut menyerupai fenomena lama yang sudah pernah terjadi di wilayah yang sama. Namun kali ini, ditemukan tiga titik semburan baru, masing-masing berukuran sekitar 5x5 meter persegi, dan tiap titik memiliki dua hingga tiga semburan.
“Secara umum, semburan sama dengan yang lama, tetapi tentu dalam rangka kami memastikan itu beracun, berbahaya atau tidak, nanti kami akan menyurat ke Dirjen (Kementerian ESDM) untuk menurunkan tim melakukan penelitian agar dipastikan berbahaya atau tidak,” ujar Saipullah, dikutip dari Kompas TV, Minggu (27/4/2025).
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang