Salah satu korban, Ari, memberi uang muka untuk masuk honorer sebesar Rp 25 juta secara tunai (tidak dicicil).
Model transaksi yang sama dilakukan Endang kepada para korban lain.
Baca juga: Soal SD dan SMP Gratis, Rico Waas: Sanggup Gak APBD Kita?
"Rp 25 juta itu langsung tunai bang, sama semua ke korban lain. Kami dijanjikan masuk honorer, tetapi tidak ada yang masuk, dan uang tidak dikembalikan. Kami menuntut itu. Ini hari ini dia mau transaksi korban baru lagi, dan kenal sama korban yang sebelumnya, makanya jumpa di sini," katanya.
Kemudian Lala, bermula pada 29 November 2024, ketika dia bertemu dan ditawarkan untuk menjadi tenaga honorer di Pemko Medan pada tahun anggaran 2025.
Syaratnya, Lala harus membayar uang muka atau panjar sebesar Rp 20 juta, dengan total biaya Rp 30 juta dan sisa pembayaran setelah Surat Keputusan (SK) keluar.
Namun, kejanggalan mulai dirasakan Lala setelah keesokan harinya, pada tanggal 30 November 2024, dihubungi kembali untuk penambahan sebesar Rp 5 juta dengan alasan skill teknologi dan dipindahkan di honor Dispenda.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 5 Desember 2024, Endang kembali meminta sisa dana Rp 5 juta dengan janji akan dibayarkan kembali pada 5 Januari 2025.
"Setelah itu saya meminta konfirmasi kembali untuk peminjaman uang yang Rp 5 juta pada tanggal yang disepakati yakni 5 Januari 2025. Namun, hasilnya saya dijanjikan kembali pada 15 Januari 2025 dan saya belum dipanggil untuk bekerja di Dispenda Pemko Medan," ungkap Lala.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang