MEDAN, KOMPAS.com - Puluhan mahasiswa dan aktivis dari Aliansi Rakyat Melawan Impunitas (ARMI) menggelar unjuk rasa di depan pintu gerbang Pengadilan Militer I-02, Jalan Ngumbang Surbakti, Kota Medan, Rabu (6/8/2025) siang.
Mereka menyampaikan keresahan terkait beberapa perkara yang sedang ditangani oleh pengadilan militer.
Dalam aksi tersebut, para demonstran membawa poster-poster berisi protes dan pengeras suara. Salah satunya bertuliskan: "Atas nama penertiban, hilangkan nyawa anak?"
Baca juga: Pengadilan Tinggi Medan Vonis Bebas Tokoh Adat Sorbatua Siallagan
Para peserta aksi juga mengenakan ikat kepala dan mengibarkan bendera One Piece sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.
Meskipun beberapa personel TNI yang berjaga membentuk barisan dan mengunci pagar pengadilan, massa aksi tetap berupaya untuk masuk.
Personel TNI pun membawa bangku kayu untuk menyangga pintu gerbang, namun demonstran tetap berusaha mendorong pagar.
Andreas Sihombing, koordinator aksi menjelaskan, demonstrasi ini bertujuan untuk menyuarakan tiga kasus besar yang sedang bergulir di pengadilan militer.
Baca juga: Pengadilan Tinggi Medan Ringankan Hukuman Anak AKBP Achiruddin
Kasus pertama melibatkan seorang pelajar berinisial MHS (15) yang meninggal dunia diduga akibat penganiayaan oleh Sertu Riza Pahlivi di Kabupaten Deli Serdang.
Andreas menyoroti bahwa meskipun kasus tersebut telah memasuki tahap pemeriksaan saksi, Sertu Riza tidak ditahan.
"Kan aneh, ini kasus pembunuhan kok terdakwanya tak ditahan?" ucapnya.
Kasus kedua melibatkan Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Fransisco Manalu, yang terlibat dalam penembakan pelajar berinisial MAF (13) di Kabupaten Serdang Bedagai.
Andreas mengungkapkan keprihatinannya atas tuntutan yang dijatuhkan kepada kedua prajurit tersebut, yaitu 18 bulan penjara untuk Serka Darmen dan 1 tahun untuk Serda Hendra.
"Bayangkan, prajurit yang tembak mati anak, ini kasus anak, hanya dituntut 18 bulan. Sama sekali tak mencerminkan keadilan," ungkapnya.
Kasus ketiga melibatkan 15 prajurit Armed 2/105 KS yang disidangkan karena menyerang warga di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang.
Andreas menyoroti keputusan hakim yang memvonis Praka Saut Maruli Siahaan dengan hukuman 7 bulan 24 hari penjara dan Praka Dwi Maulana Kusuma dengan 9 bulan penjara, meskipun banyak warga yang terluka dan satu orang tewas akibat insiden tersebut.