Kabar duka pun tiba kepadanya pada 12 Agustus. Nazwa meninggal dunia.
Lanniari teramat sedih.
Tak disangkanya, anak perempuan yang sejak SD sering juara, lulusan dari SMK Telkom 2 Medan, itu telah pergi.
Di tengah kepiluan itu, masih banyak misteri yang menghantuinya.
"Misteri betul siapa yang bawa dia sampai ke sana. Kayak mana dia bisa lolos di bandara. Ngapain saja dia di sana. Saya tak tahu sampai sekarang," ungkap Lanniari.
Sampai saat ini, dia pun tak lagi bisa menghubungi Christoper yang bersama Nazwa selama di Kamboja.
Besar harapannya pemerintah dapat membantu dirinya menggapai kebenaran.
Hari ini, dia mengadu ke BP3MI dengan asa mendapatkan titik terang untuk kepulangan jenazah anaknya yang membutuhkan biaya Rp 138 juta.
Sayangnya, BP3MI tak dapat membantu secara anggaran karena Nazwa bukanlah pekerja migran.
Meski begitu, BP3MI dapat berkomunikasi dengan KBRI untuk membantu proses administrasi kepulangan jenazah.
Langkah yang tak sia-sia, Lanniari akhirnya mendapat seorang dermawan yang berjanji hendak membantunya membayar biaya memulangkan jenazah dari Kamboja ke rumah duka, di Jalan Bejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang