Sementara, Ika Natassa menyinggung soal media sosial.
Menurutnya, banyak orang menggunakan media sosial bukan hanya untuk berbagi, tetapi juga untuk “menipu diri sendiri” dengan menampilkan seolah-olah hidupnya selalu baik-baik saja, termasuk urusan keluarga.
“Tidak punya teman bertanya, atau dia butuh pengakuan orang. Dia butuh eksis, nggak salah sih. Yang salah itu adalah ketika kita mengutamakan eksistensi kita pada pengakuan orang lain daripada diri sendiri. Sosmed itu is good,” ucap Ika.
Ika sendiri sampai kini tetap aktif di media sosial. Alasannya, dari Twitter (kini X), ia berhasil melahirkan tiga karya buku. Baginya, cara terbaik mengatasi kesepian adalah berkarya.
“Sendiri itu bukan nista. Sepi itu adalah sesuatu yang manusiawi. Tapi jangan merasa bahwa hidup bisa sendiri, tidak. Hidup kita itu punya keluarga, teman, tetangga. Merasa nyaman dengan kesendirian itu oke, tapi ingatkan kita tidak bisa hidup tanpa orang lain, karena kita adalah makhluk sosial,” tutur Ika.
Selain diskusi panel, Pesta Literasi Indonesia 2025 di Medan juga dimeriahkan penampilan musik Elisa Nauli dan lokakarya cat air oleh Emte.
Acara ini semakin semarak dengan Semesta Buku, bazar yang menawarkan beragam bacaan mulai dari novel, nonfiksi, hingga buku ilustrasi, dengan diskon hingga 70 persen dan harga mulai Rp 5.000.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang