MEDAN, KOMPAS.com - Banjir yang merendam rumah warga hingga harus mengungsi bukan lagi hal baru bagi warga Lingkungan III, Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan. Mereka berharap pemerintah lebih serius menangani persoalan banjir yang terus berulang setiap tahun.
Agnes, salah satu warga yang kini mengungsi bersama keluarganya, mengatakan banjir di lingkungannya sudah terjadi berulang kali.
“Ya memang, Puji Tuhan banjir hari ini masih rendah. Sebelum-sebelumnya mencapai satu meter dan bercampur lumpur,” ucap Agnes, warga berusia 21 tahun, saat ditemui di lantai dua Sekolah Dasar Negeri 060948 di Jalan Yos Sudarso, Pekan Labuhan, Minggu (12/10/2025) sore.
Baca juga: Banjir Rendam Pemukiman di Medan Labuhan, 194 Jiwa Mengungsi ke Sekolah
Perempuan lulusan SMK jurusan broadcasting itu mengaku sudah lelah menghadapi banjir yang datang hampir setiap tahun. Ia berharap pemerintah lebih serius melakukan pencegahan dan perawatan drainase.
“Kita ingin pemerintah lebih serius menanggulangi banjir ini. Kami capek banget ngurus begini. Anak sekolah pun terganggu belajar,” ujar Agnes.
Ia menambahkan, kondisi warga di lokasi pengungsian sejauh ini masih sehat. Pemerintah Kota Medan juga telah menyalurkan bantuan logistik, terutama makanan dan perlengkapan tidur.
“Kami makan sigap kali sehari. Bersyukurlah masih ada yang nolong,” kata Agnes.
Sebelumnya, Kepala Lingkungan III Kelurahan Pekan Labuhan, Abdul Manan, mengatakan air mulai naik sekitar pukul 19.00 WIB, Sabtu (11/10/2025). Kondisi memburuk pada pukul 02.00 WIB saat air keluar dari benteng di sekitar simpang kantor Kelurahan Martubung, Lingkungan VII.
Baca juga: Warga: Medan Ini Kota Besar, Masak Masih Banjir, Malu Lah!
“Air muntah dari benteng, tapi bukan pecah bentengnya. Itu terjadi saat hujan lebat dari gunung dan ditambah air laut dalam keadaan pasang,” kata Manan kepada Kompas.com di lokasi pengungsian, Minggu (12/10/2025).
Ia bersama aparat kelurahan segera memperingatkan warga agar menyelamatkan barang berharga sebelum air masuk ke pemukiman.
“Sebelum air menyerang, kita prediksi kejadian itu jam dua malam. Kita prediksi sekitar jam empat masuk ke pemukiman, rupanya betul mulai masuk jam empat subuh. Alhamdulillah banyak warga yang sudah keluar,” ujarnya.
Warga mulai mengungsi ke SD Negeri 060948 pada Minggu pagi. Sekolah tersebut kerap dijadikan tempat pengungsian karena memiliki dua lantai dan dinilai aman.
“Saya koordinasi dengan gurunya untuk meminjam lokal kalau terjadi pengungsian. Ini dari tahun ke tahun sudah kita lakukan. Mereka selalu ngasi izin. Ada enam kelas yang dipakai,” tutur Manan.
Hingga Minggu siang, tercatat 165 jiwa dari 47 kepala keluarga (KK) mengungsi. Jumlah itu bertambah menjadi 194 jiwa dari 54 KK pada sore hari.
“Di sini ada juga tiga dokter standby. Sejauh ini tidak ada warga yang sakit sejak mengungsi,” tambah Manan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang