Menurutnya, bukan mudah mengkomersilkan minyak Karo Laucih. Di masyarakat Karo, dulunya memiliki keyakinan bahwa minyak Karo tidak boleh dikomersilkan. Jika dikomersilkan tidak laku, dan sebagainya.
"Cara men-drive-nya di awal ada kesulitan karena ada keyakinan kalau dikomersilkan tak laku. Tapi ternyata tak seperti itu," katanya.
Cara penjualannya pun dari sebelumnya secara offline, kini merambah ke online. Dengan begitu, banyak pasar yang bisa diraih.
Tidak hanya terbatas di Medan, Brastagi - Tanah Karo. Banda Aceh, Duri, Riau, Pekanbaru, Batam, Lampung, Bengkulu, Jakarta, Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Kalimantan, Manokwari, Soke, Alor, NTT, dan lainnya.
"Hampir dari Sabang sampai Merauke. Kami saat ini ada 425 reseller di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Dan itu bukan proses yang mudah," katanya.
Proses itu mulai dari jatuh bangun, kadang tak ada modal atau bantuan, kesulitan finansial sehingga permintaan tak bisa dikirim, dan lainnya.
"Itu proses yang kami alami dan sampai saat ini kami bersyukur bisa mencapai hal yang luar biasa. Karena kita dituntut bisa menjual dengan cara jumlah besar dan jaraknya yang jauh. Mungkin sekitar 67 persen sudah online," katanya.
Seperti induk kunyit, jahe merah, bunga bakung, eucaliptus, adas manis, alba, kapulaga, pala, akar angin, serai, jintan, daun sampe sempilet, bereng/ biji kecipir, daun gagatan harimau, kayu lemo, sepang (secang), bunga lawang, bawang merah, bawang putih, dan lainnya.
"Kunyit dan sirih itu antiseptik alami. Bukan hanya di pengobatan tradisional tapi juga di pengobatan modern. Pala bagus untuk melancarkan peredaran darah, bengkak. Cengkih juga digunakan membunuh kuman di gigi," katanya.