Ketika mengetahui ada pemberitaan bahwa penghuni kerangkeng rumah Terbit tidak diberi makan dengan layak, dipaksa bekerja 10 jam, dan sebagainya, Kuhen langsung menanyakan kebenarannya ke ES.
"Dia bilang tidak benar. Dia dapat makanan dari pagi, siang, dan sore," ungkap Kuhen.
Terkait dipaksa bekerja selama 10 jam sehari, Kuhen pun membantah kabar itu. Menurut pengakuan anaknya, ES justru diajari cara bekerja di pabrik atau sekedar melihat-lihat.
"Kalau disuruh geser, ya wajar lah digesernya karea disuruh. Dia kan di pabrik itu hanya keliling, dikasih tau kerjanya gimana, bersih-bersih taman bupati, cuci pakaian sendiri, kan wajar itu," katanya.
Dia mengaku tak pernah mengirim makanan ke anaknya karena kebutuhan makanan sudah terpenuhi.
"Itu makanya kami mohon ini dibuka kembali biar kami tenang. Kubilang ya, surat perjanjian ada itu 'nakku. Kalau ada anak ibu kembali kena narkoba, bel kami, biar kami jemput. Kalau ditutup, ini kemana anak kami mau kami bawa. Kami keberatan lah ini ditutup. Terus yang dibilang tak layak itu apanya," katanya.
R. Surbakti (55) mengatakan hal serupa. Anaknya berinisial RG (26) bahkan pernah masuk penjara karena narkoba.
Setelah keluar penjara, RG rupanya menggunakan narkoba lagi. Dia pun membawa anaknya ke rumah Terbit, dengan harapan RG bisa sembuh dan lepas dari narkoba.
Setelah tiga bulan tinggal di kerangkeng bersama penghuni lain, kata Surbakti, anaknya sudah bisa bekerja sebagai sopir truk di pabrik kelapa sawit milik Terbit.
"Karena sudah sembuh, lepas kerangkeng, bisa kerja, ya digaji lah dia. Ini banyak manfaat bagi masyarakat yang kena narkoba, tak punya uang, tapi harus direhab," kata Surbakti di depan kerangkeng.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.