"Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pejabat publik yang yang memelihara satwa liar yang notabebane setahu kita banyak tak meiliki izin. Bisa jadi ini gratifikasi. Bukan tidak mungkin siapapun, termasuk pejabat publik bisa menjadi bagian dari mata rantai perdagangan satwa liar," katanya.
Dijelaskannya, pemeliharaan orangutan tidak bisa sembarangan. Tidak boleh untuk tujuan kesenangan.
"Setahu kita, izin bukan untuk tujuan kesenangan ya, hanya dari presiden ada beberapa satwa, termasuk orangutan harimau. Selebihnya kalaupun lembaga koservasi dalam bentuk taman hewan atau kebun binatang ini kan ada yang mengatur, bukan dipelihara perorangan. Itupun tujuannya untuk edukasi. (Orangutan di rumah TRP) bukan untuk edukasi/konservasi bukan untuk hanya untuk kesenangan pribadi," katanya.
Diberitakan sebelumnya, pada 28 Agustus 2023 Majelis Hakim PN Stabat memvonis terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin dengan hukuman 2 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan atas kepemilikan 1 orangutan sumatera (Pongo abelii), 1 ekor monyet sulawesi (Macaca nigra), 1 ekor elang brontok (Nisaetus cirrhatus) dan 2 ekor burung tiong mas atau beo (Gracula religiosa). Dalam sidang, JPU menuntut 10 bulan penjara dengan denda Rp 50 juta.
Diketahui, pemeliharaan satwa liar dilindungi di rumah Terbit Rencana Perangin-angin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat itu diketahui saat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (18/1/2022) malam.
Satwa dilindungi itu dievakuasi tim Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) pada Selasa (25/1/2022) sore. Setelah dievakuasi, orangutan itu dibawa ke pusat rehabilitasi orangutan di Batumbelin, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.