Adonan itu namanya itak gurgur, makanan khas Batak yang dibuat tanpa dimasak. Rasanya gurih dan manis.
Dikatakan Tampan, Parung-parung adalah tradisi untuk memberangkatkan suami atau laki-laki yang akan mengambil getah kemenyan.
Saat itu juga itak gurgur diberikan sebagai kejutan sang istri kepada suaminya yang akan berangkat sekaligus doa agar hasil panennya melimpah.
Baca juga: Dari Kemenyan, Inilah Hidup Kami...
Dalam pesta parung-parung itu ada hukum adat bernama Parpatikan, yakni sistem yang terkordinasi oleh kelompok petani kemenyan dan dipilih karena kemampuan dan ketokohannya.
Hukum adat itu selama ini dijalankan secara lisan. Parpatikan ini lah yang bertugas mengawasi batas hutan.
"Di situ juga dilakukan pencatatan siapa saja petani kemenyan yang berangkat ke hutan atau ladang, mencatat alat apa saja yang dibawa, berapa hari kerjanya, mencatat hasil panen dengan menimbang kemudian membantu pemasarannya kepada toke atau pembeli," katanya.
Seorang petani kemenyan mengguris atau membersihkan permukaan kulit pohon kemenyan sebelum kemudian dipukul dan dilukai menggunakan alat khusus. Di titik itu nantinya akan keluar getah kemenyan.Jika ada yang kedapatan mencuri kemenyan, akan ada sanksi didenda membayar lima kali lipat kepada petani yang dirugikan.
"Juga diganjar menjumpai semua rumah penduduk sekitar sambil memegang garam dan mengucapkan kata ‘saya mencuri kemenyan’. Sanksi dan denda itu dapat memberi efek jera kepada pelaku pelanggaran," katanya.
Baca juga: Mengejar Matahari di Hutan Kemenyan - Musika Foresta (Bag 3)
Tampan kemudian menjelaskan kearifan lokal lainnya yakni manabur boni yakni berdoa bersama di gereja agar benih yang ditanam diberkati.
Pesta gotilon, membawa hasil panen ke gereja untuk ucapan syukur atas panen. Sakke hudali, tradisi berhenti bekerja untuk beribadah.
Kemudian, marsiadiapari, yakni menangkap ikan bersama di sungai. Bona taun, yakni ucapat syukur atas nikmat dalam setahun.
Kongsi, organisasi yang didirikan tetua di Simardangiang pada 1900 (Kongsi Saur Matua dan Kongsi Doli-doli) untuk bergotong royong mengelola kemenyan dan hasilnya.
Hal itu diketahui dari akademisi Universitas Sumatera Utara (USU) Hendri Sitorus PhD yang meneliti Desa Simardangiang, Pangurdotan, Pantis, Kecamatan Pahae Julu, dan Dusun Hopong, Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban, Tapanuli Utara.