Lalu kejanggalan lainnya, pelapor dan polisi tidak dapat menunjukkan alat bukti yang membenarkan dugaan tindak kejahatan EFS.
"Saat proses penggeledahan rumah korban tidak ditemukan barang bukti. Serta, rekaman CCTV di lokasi kejadian tiba-tiba mengalami kerusakan. Padahal, di malam tanggal 25 Maret masih dapat beroperasi," ujarnya.
Ady lalu berujar, tindakan penyiksaan dengan motif mendapatkan keterangan korban, jelas bertentangan dengan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 5/1998 tentang Pengesahan Konvenan Menentang Penyiksaan, UU No.12/2005 tentang Pengesahan Konvenan Hak Sipil dan Politk, serta Peraturan Kepala Kepolisian RI No.8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Ini bukti cacatnya pola pengungkapan kasus tindak kejahatan oleh kepolisian. Kekerasan saat penyidikan dinormalisasi. Sehingga korban ataupun terduga dipaksa menjadi pelaku tindak kejahatan,” sebut Ady.
Baca juga: Polda Jabar Bakal Telusuri Oknum Polisi Pengintimidasi Saksi Pembunuhan di Subang
Terkait insiden ini KontraS Sumut juga mendesak Propam Polda Sumut memeriksa dan menindak tegas pihak yang terlibat dalam tindak penyiksaan ke EFS.
“Penuhi hak-hak hukum EFS sebagai korban atau terduga. Adili secara tegas oknum pelaku penyiksaan,” tutup Ady.
Sedangkan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Deli Serdang Kompol Risqi Akbar menyatakan, sudah menanyakan dugaan penganiayaan itu kepada anak buahnya.
"Aku tanya sama anggota juga nggak ada penganiayaan itu," sebut Risqi seperti dikutip dari Tribun Medan.
Namun, Risqi menyatakan dugaan penganiayaan pegawai SPBU ini sudah ditangani Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.