TAPANULI SELATAN, KOMPAS.com - Ratusan ikan seketika muncul ke permukaan saat Risman Rambe menebar pelet atau pakan ikan ke area Sungai Garoga yang terletak di Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Ikan-ikan itu berlomba melahap ribuan butir pelet yang ditebar Risman hingga membuat permukaan sungai mengeluarkan gelembung.
“Nah, langsung keluar semua kan ikannya kalau saya kasih makan,” kata dia sambil menyeringai ke arah awak media yang berdiri di pinggiran sungai, Rabu (5/6/2024).
Baca juga: Konservasi Sungai Garoga, Lubuk Larangan Diperluas hingga 8 Kilometer
Risman yang juga merupakan Kepala Desa Garoga mengungkapkan, ribuan ikan yang hidup di Sungai Garoga memang diberi pakan secara rutin setiap harinya.
Pemberian pakan dilakukan karena Sungai Garoga menerapkan kearifan lokal bernama lubuk larangan.
Lubuk larangan adalah kawasan di sepanjang sungai yang telah disepakati dan ditetapkan sebagai area terlarang untuk pengambilan ikan selama periode tertentu.
Kepala Desa Garoga Risman Rambe saat memberikan penjelasan mengenai 'lubuk larangan' yang disepakati seluruh warga Desa Garoga, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Rabu (5/6/2024).Budaya ini merupakan kearifan yang telah diturunkan turun-temurun di kalangan masyarakat Pulau Sumatera, khususnya warga Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Riau.
“Lubuk larangan sudah ada sejak lama, diturunkan oleh nenek moyang, tetapi kalau di sini baru kami terapkan kembali beberapa tahun terakhir,” ucap Risman.
Baca juga: Wakili MHA Punan Batu Benau Sajau Terima Kalpataru, Bupati Bulungan: Mereka Jaga Kelestarian Hutan
Risman menerangkan, sebelumnya banyak oknum masyarakat yang tak bertanggung jawab ketika mengambil ikan di Sungai Garoga.
Mereka disebut menggunakan cara-cara yang berbahaya dan dapat merusak ekosistem sungai.
“Dulu, masyarakat suka menggunakan sengatan listrik dan cara-cara brutal lainnya yang membahayakan ekosistem sungai untuk mendapatkan ikan,” tutur dia.
Maka dari itu, sebagai kepala desa, ia berupaya mencari cara supaya tak ada lagi masyarakat yang menggunakan cara-cara ilegal tatkala mencari ikan.
Kemudian tercetuslah ide untuk menerapkan lubuk larangan di Sungai Garoga. Lubuk larangan lalu disepakati berlaku sejauh dua kilometer.
Bagi warga yang melanggar, nantinya akan dikenakan sanksi denda berupa uang dengan nominal minimal Rp 5.000.000.
“Alhamdulillah, semenjak lubuk larangan diterapkan, sudah tidak ada lagi masalah yang mengambil ikan dengan cara-cara salah. Karena sudah ada ketentuan waktu dan alat apa saja yang boleh digunakan,” ungkap Risman.
Berdasarkan kesepakatan yang sudah ditandatangani perangkat maupun tetua desa, disepakati bahwa Sungai Garoga hanya dibuka sebanyak dua kali dalam satu tahun.
“Jadi kami menyepakati ikan-ikan yang ada di sungai hanya boleh diambil dua kali dalam satu tahun. Pengambilan dilakukan dalam rentang waktu kira-kira enam bulan sekali. Kami juga menyebut hal ini dengan nama ‘buka bersama’,” kata Risman.
Untuk metode yang digunakan saat mengambil ikan, Risman menyebut, masyarakat diharuskan menggunakan alat pancing.
Baca juga: Tak Hanya Ulos, Tapanuli Selatan Juga Punya 13 Motif Batik Kreasi Ibu-ibu
Tidak boleh ada bahan peledak atau alat penyetrum listrik selama lubuk larangan dibuka.
“Jadi pakai alat pancing untuk mengambil ikannya. Boleh juga pakai cara lain selama tidak merusak ekosistem sungai,” tutur dia.
Dari dua edisi buka bersama, ada satu waktu yang hanya boleh diikuti warga Desa Garoga.
Biasanya, buka bersama yang diikuti oleh seluruh warga Desa Garoga berlangsung satu pekan sehabis Lebaran.
“Jadi ada buka bersama khusus masyarakatnya desa saja. Pelaksanaannya itu seminggu setelah Lebaran biasanya. Kenapa pas Lebaran, karena desa ini ramai, banyak yang balik kampung. Jadi kita senang-senang bersama,” ungkap dia.
Sementara itu, edisi buka bersama lainnya boleh diikuti siapa saja asal membeli tiket masuk sebesar Rp 100.000.
Tiket bisa dibeli langsung di lokasi dan hanya berlaku selama satu hari.
“Kalau pas dibuka untuk umum, rame banget di sini. Banyak warga dari Kabupaten atau kota lain ke sini. Ada kayaknya ribuan orang, dari pagi buta sampai malam yang memancing ikan si Sungai Garoga,” jelas dia.
Baca juga: Bank Sampah Kampung Kreasi, Cara KG Media Lestarikan Lingkungan
Risman mengungkapkan, Sungai Garoga memiliki salah satu jenis ikan yang sudah lama mendiami Tanah Batak, yakni ikan jurung.
Ikan jurung sudah lama dikenal sebagai hidangan favorit masyarakat zaman dulu, terutama raja-raja Batak.
“Selain ikan mas dan ikan nila, ada ikan jurung juga di sungai ini. Jumlahnya melimpah semenjak ada lubuk larangan dan ini juga menjadi salah satu fokus kami guna melestarikan ikan favorit raja-raja Batak,” kata dia.
Sejalan dengan itu, maka tak heran jika masyarakat dari luar kota berbondong-bondong datang untuk memancing di Sungai Garoga saat momen buka bersama.
Pasalnya, masyarakat diperbolehkan mengambil ikan sepuasnya, tak terkecuali ikan jurung.
“Favorit di sini pasti ikan jurung, karena kalau dijual mahal. Satu kilogramnya bisa Rp 80.000. Bayangkan, bayar tiket cuma Rp 100.000, tapi kalau dapat belasan atau puluhan ikan jurung kan lumayan,” ujar dia sambil tertawa.
Risman menyadari, penerapan lubuk larangan di Sungai Garoga sudah pasti sangat menguras uang kas desa.
Maka dari itu, ketika niat baik sudah disepakati oleh warga, dirinya mencoba menjalin kerja sama dengan PT Agincourt Resources (PTAR) selaku perusahaan yang mengelola Tambang Emas Martabe.
Setali tiga uang, PTAR ternyata menyetujui kerja sama ini dan lubuk larangan resmi berlaku pada 2022.
“Setelah menjalin kerja sama dengan PT Agincourt Resources dan mendapat binaan, alhamdulillah kami bisa memanfaatkan acara buka bersama untuk mendapatkan tambahan uang kas,” terang Risman.
Baca juga: Theodora Melsasail Lestarikan Budaya Lisan di Maluku dalam Karya Tari Berjudul Kwele Batai Telu
Ia menyebut, dalam dua edisi terakhir buka bersama, pihaknya memperoleh Rp 43.000.000 untuk edisi pertama dan Rp 35.000.000 di tahun kedua.
“Semua uang mayoritas berasal dari tiket yang kami jual ke warga untuk memancing. Uang yang didapat lalu kami pergunakan untuk membangun masjid dan rencananya akan kami belikan ambulans desa pada edisi berikutnya,” imbuh Risman.
Di lain sisi, Senior Manager Community PTAR Christine Pepah mengatakan, kerja sama dengan pihak Desa Garoga telah terjalin sejak 2022.
Sejak saat itu, PTAR berupaya memberikan peran aktif untuk keberlanjutan ekosistem Sungai Garoga.
Antara lain dengan penyebaran ribuan bibit ikan jurung, ikan nila, dan menanam pohon di sepanjang lubuk larangan.
“Ini adalah komitmen kita untuk sama-sama menjaga kelestarian dan ekosistem lingkungan. Kami memberikan support penuh terhadap warga Desa Garoga,” terang Christine.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang