Dia melanjutkan, saat pihak BPN Pematangsiantar mengundang warga untuk sosialisasi pada tanggal 19 Februari 2024, warga sadar mereka telah ditipu.
“Kami diundang untuk sosialisasi ke Kantor Lurah. Mereka bilang SK Panitia Pengadaan Lahan baru keluar akhir 2023."
"Di situ kami sadar kalau kami telah menjual tanah kami bukan kepada Negara tapi ke mafia tanah,” kata dia.
Atas kasus itu, Melki memperkirakan kerugian warga mencapai Rp 6,8 miliar. Selain melayangkan surat ke BPN Pematangsiantar, pihaknya juga membuat laporan ke polisi.
“Kami minta BPN adil dan benar benar menindaklanjuti surat sanggahan kepemilikan tanah dan meminta penangguhan maupun pembayaran.”
Demikian kata Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan (BPN) Kota Pematangsiantar, Choky Pangaribuan.
Choky juga mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan kanwil atau kementerian terkait.
Baca juga: Polda Maluku Tangkap 2 Terduga Mafia Tanah di Pulau Buru, 1 Masih Buron
“Ini bahan evaluasi sekaligus atensi untuk menentukan kebijakan kebijakan ke depan. Kami akan berkoordinasi ke kanwil atau kementerian,” ucap dia.
Menurut dia, Panitia Pengadaan Lahan saat ini masih dalam tahap pengumuman, belum dilakukan proses ganti kerugian kepada masyarakat yang tanahnya ikut pembebasan lahan.
“Obyek tanah sampai sekarang prosesnya sudah masuk dalam tahapan pengumuman,” imbuh dia.
Di sisi lain, dia mengakui ada beberapa bidang tanah milik warga yang tidak memiliki sertifikat. Ada pula proses jual beli pada awal 2023, dan pembeli tanah sudah membuat sertifikat atas tanah tersebut.
“Kalau ada tanah yang disengketakan, karena sama sama tidak bersertifikat itu nanti kita versuskan,” ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang