Editor
KOMPAS.com - Salah satu transportasi umum yang pernah menjadi andalan warga Kota Medan adalah Sudako.
Sudako sempat menjadi pilihan utama transportasi publik yang digunakan masyarakat Kota Medan untuk bepergian ke berbagai tempat, seperti ke sekolah, bekerja, atau berbelanja di pajak (pasar).
Baca juga: Ceker Ayam Ridho, Jajanan Khas Medan yang Sudah Ada Sejak 1960
Kepopuleran Sudako di Kota Medan berlangsung sekitar awal tahun 70-an hingga akhir tahun 90-an.
Kini, Sudako memang mulai jarang nampak di jalan-jalan Kota Medan. Namun kisah kejayaan Sudako masih menarik untuk disimak.
Baca juga: Mengenal Ikan Sale, Oleh-oleh Khas Medan
Sudako merupakan sebutan untuk transportasi umum berupa kendaraan roda empat yang di daerah lain dikenal sebagai angkutan kota atau angkot.
Hal ini seperti dijelaskan dalam penelitian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, Ponirin (2021) yang berjudul Sudako: Angkutan Kota sebagai Moda Transportasi Masyarakat Kota Medan pada 1970-1998.
Baca juga: Sejarah Lapangan Merdeka yang Menjadi Titik Nol Kilometer Kota Medan
Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa dua versi arti dari penyebutan Sudako.
Versi pertama, Sudako adalah akronim dari Sarana Umum Dalam Kota. Sementara versi lainnya menyebutkan bahwa Sudako berasal dari kalimat “Sumatera Daihatsu Company”.
Namun hal tersebut diragukan mengingat Sudako sebagai nama satu unit usaha tidak pernah ditemukan di kota Medan.
Adapun asal nama Sudako yang agak mungkin adalah berasal dari singkatan
“Suzuki, Daihatsu, Colt (Mitsubishi)” karena pada era 60-an dan 70-an, angkutan bermesin di kota Medan didominasi oleh merek kendaraan asal Jepang.
Di awal kemunculan Sudako tidak lepas dari unit usaha angkutan mula-mula di kota Medan yaitu Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM).
KPUM adalah nama unit usaha berbentuk Persekutuan Komanditer atau sering disebut CV (Commanditaire Vennontschap) yang diprakarsai oleh Pemerintah Daerah (dulu Pemda Tingkat II Kota Madya Medan) dengan Direktorat Koperasi Tingkat II Kota Madya Medan.
Awalnya, usaha angkutan KPUM ini hanya fokus pada jenis kendaraan bemo. Namun kemudian, sudako berkembang menjadi unit usaha unggulan dibandingkan
bemo.
Sejak itu usaha-usaha lain bermunculan yang menjadi bagian unit dari
KPUM, sehingga Sudako dianggap sebagai cikal bakal dari berkembangnya angkutan publik di Kota Medan.
Dilansir dari Tribun-Medan.com, trayek pertama Sudako dengan nomor 01 melintasi daerah Pasar Merah (Jalan HM. Joni), Jalan Amaliun (via Jalan Ismailiyah) dan terminal Sambu, terminal pusat pertama angkutan penumpang ukuran kecil dan sedang di Medan.
Keunikan lain dari sudako adalah bentuk dari kendaraan ini yang memiliki ciri khas tersendiri.
Jika biasanya pintu angkot ada di samping, pintu penumpang Sudako ada di bagian belakang.
Di dalamnya terdapat dua baris bangku penumpang yang saling berhadapan dengan berkapasitas 10-12 orang.
Dalam perkembangannya, Sudako pernah mendapat predikat negatif sebagai raja jalanan karena kerap terlihat ugal-ugalan dan sering melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Hal ini lantaran timbulnya persaingan antara para supir Sudako karena pertambahan jumlah armada semakin tinggi, yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah penumpang.
Hal ini yang kemudian menyebabkan supir Sudako kerap rebutan penumpang terlebih ketika ngetem (menunggu penumpang hingga penuh) demi mengejar setoran.
Para sopir juga kerap tidak menghiraukan pengguna jalan lain karena dengan sesuka hati menghentikan kendaraan untuk menurun dan menaikkan penumpang di jalan meskipun banyak transportasi lain di belakangnya.
Aksi para supir Sudako ini kemudian menjadi pemandangan sehari-hari,sehingga muncul predikat negatif sebagai raja jalanan.
Keberadaan Sudako mulai terlupakan sejak kepemilikan kendaraan pribadi di Kota Medan mulai meningkat.
Beberapa trayek masih bisa bertahan, sementara lainnya sudah hilang ditelan perkembangan zaman.
Pada tahun 2022, Wali Kota Medan Bobby Nasution secara resmi meluncurkan program bantuan Subsidi Betor, Ojol dan Angkot Sudako (Sibonas).
BLT ini diberikan kepada para pengemudi becak bermotor (betor), ojek online (ojol) dan angkutan kota (angkot) di awal bulan Oktober 2022 sebesar Rp 1.500 per penumpang.
Harapannya, penumpang transportasi umum dapat ramai kembali seperti sebelum harga BBM naik.
Sumber:
jurnal.unimed.ac.id
portal.medan.go.id
portal.medan.go.id
medan.tribunnews.com