Laporan itu disampaikannya pada Oktober 2024.
Olsen mengatakan, kasus yang menimpa kliennya bermula pada awal Desember 2023. Saat itu, korban dihubungi oleh Ipda RS yang kemudian menawarkannya untuk masuk sekolah perwira melalui jalur penghargaan.
Olsen mengatakan, Bripka Shcalomo dan Ipda RS sudah saling mengenal karena keduanya satu angkatan saat Bintara.
Namun, agar bisa lulus sekolah perwira, Ipda RS meminta Bripka Shcalomo membayar uang sebesar Rp 600 juta.
Karena percaya dengan bujuk rayu Ipda RS, beberapa waktu kemudian, Bripka Shcalomo mengirim uang sebesar Rp 600 juta ke Ipda RS melalui transfer.
Selanjutnya, pada Februari 2024, Bripka Shcalomo mendaftar ke sekolah inspektur polisi (SIP).
Namun, dua bulan kemudian, tepatnya pada April 2024, saat pengumuman calon perwira, namanya tidak tertera sebagai calon yang lulus.
Bripka Shcalomo mempertanyakan kepada Ipda RS, lalu Ipda RS meminta uang lagi ke Bripka Shcalomo sebesar Rp 250 juta supaya bisa lulus.
"Setelah dikonfirmasi kepada Ipda RS, dia bilang harus menambah lagi Rp 250 juta sehingga klien kami mengirim uang lagi melalui transfer di bulan April," ujar Olsen, Kamis (20/2/2025).
Namun, pada pengumuman berikutnya, Bripka Shcalomo tetap saja tidak lulus.
Atas dasar penipuan itulah kemudian pihaknya melaporkan Ipda RS ke Polda Sumut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang