SIBOLGA, KOMPAS.com – Sepuluh hari lamanya, warga korban banjir di Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, bertahan di posko pengungsian dengan kondisi logistik yang serba terbatas.
Meski bantuan logistik mulai berdatangan ke posko yang terletak di Gedung Serbaguna Pandan, para pengungsi mengeluhkan minimnya pasokan makanan khusus untuk balita, terutama bubur bayi instan.
Salah satu pengungsi, Juliandika, warga Kampung Pardagangan, Gubuk Tuko, Kecamatan Pandan mengungkapkan, selama satu minggu berada di pengungsian, ia belum pernah menerima bantuan makanan pendamping untuk anaknya yang masih balita.
"Makanan itu kurang. Makanan bayi, iya, Bubur Sun itu. Cuma itu yang kurang. Belum ada sama sekali sampai sekarang," ujar Juliandika saat diwawancarai Kompas.com di lokasi, Jumat (5/12/2025) siang.
Baca juga: Korban Banjir Sumut: dari Jam 9 Pagi Sampai Terbenam Matahari Kami Cari Bantuan
Menurut Juliandika, bantuan yang masuk sejauh ini baru sebatas popok bayi. Sementara itu, susu formula untuk balita di atas enam bulan maupun bubur bayi belum tersedia.
Akibat ketiadaan makanan bayi, Juliandika terpaksa hanya mengandalkan Air Susu Ibu (ASI) untuk asupan nutrisi anaknya selama di pengungsian.
Padahal, sebelum bencana terjadi, sang anak yang berusia satu tahun sudah terbiasa mengonsumsi makanan pendamping.
"Anak makannya dari ASI lah. Makan pun tak mau dia makan (nasi). Akhirnya cuma ASI saja full selama ngungsi di sini," tuturnya.
Kondisi ini pun akhirnya berdampak pada kesehatan fisik Juliandika.
Ia mengaku kelelahan dan lemas karena harus menyusui secara intensif di tengah kondisi pengungsian yang tidak nyaman dan asupan makanan ibunya yang juga seadanya.
"Berpengaruh sekali lah, tak ada bubur itu, badan lemas kan. Semua pegal, makin capek," keluhnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Hentikan Penerbitan Izin Perumahan Usai Bandung Raya Dikepung Bencana
Selain makanan bayi, para pengungsi juga menghadapi kendala ketersediaan air bersih dan listrik.
Juliandika menyebutkan bahwa air di posko pengungsian sangat sulit didapat dan menyebabkan terbatasnya fasilitas sanitasi.
Akhirnya, para pengungsi hanya bisa buang air kecil di kamar mandi posko.
"Air bersih kurang kali. Sejak awal itu susah aie. Itu saja karena mati air, digembok tangkinya. Buang air seadanya saja," ujarnya.