MEDAN, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan akan memulai konstruksi bus rapid transit atau BRT Medan, Binjai, Deli Serdang pada 2024.
Untuk itu, Pemerintah Kota Medan diminta untuk mendukung pembangunan. Salah satunya mengevaluasi proyek yang justru membangun gedung parkir kendaraan pribadi di inti kota.
”Beberapa tahun ini, pemerintah pusat membangun angkutan massal di Medan, Binjai, dan Deli Serdang (Mebidang). Ada bus Trans Metro Deli, Mebidang, kereta api bandara, kereta komuter, dan selanjutnya BRT. Namun, keberpihakan pemerintah daerah pada angkutan massal belum terlihat,” kata Ketua Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Sumatera Utara Burhan Batubara, Selasa (17/10/2023).
Baca juga: Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang, Sejumlah Halte BRT dan Jalan Ditutup Sementara
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Amirulloh telah menandatangani pembaruan perjanjian kerja (working level agreement) dengan Penjabat Gubernur Sumut Hassanudin, Wali Kota Medan Bobby A Nasution, Wakil Bupati Deli Serdang Ali Yusuf Siregar, dan Wali Kota Binjai Amir Hamzah.
Proyek ini akan memasuki tahap konstruksi koridor, halte, depo, perangkat teknologi dan informasi, serta pengadaan bus.
Baca juga: Wacana Pembangunan Transportasi Massal di Bandung Raya: BRT, LRT, dan Kereta Gantung
BRT Mebidang akan memiliki 31 halte besar di 17 rute yang membentang di wilayah aglomerasi Mebidang.
Menurut Burhan, pembangunan BRT Mebidang akan menciptakan peradaban transportasi umum massal yang baru di Mebidang.
Frekuensi perjalanan bus akan meningkat, tarif angkutan umum semakin kompetitif, layanan semakin baik, dan akses semakin mudah.
Pembangunan yang merupakan bagian dari Indonesia Mass Transit Project (Mastran) ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat membangun angkutan massal khususnya di kota-kota besar di Tanah Air.
Sebelumnya, kawasan Mebidang sudah mempunyai bus Trans Metro Deli dengan lima koridor serta Bus Mebidang yang melayani Binjai-Medan-Lubuk Pakam.
Di Mebidang juga sudah ada Kereta Api Bandara Kualanamu dan kereta api komuter Medan-Binjai.
Namun, keberpihakan pada pembangunan angkutan massal tidak terlihat pada kebijakan di pemerintah daerah. Beberapa proyek yang dikerjakan bertentangan dengan pembangunan angkutan massal.
”Salah satu proyek paling konyol adalah pembangunan gedung parkir raksasa di bawah tanah Lapangan Merdeka Medan berkapasitas 600 kendaraan. Ini sangat kontraproduktif dengan pembangunan angkutan massal,” kata Burhan dikutip dari Kompas.id.
Apalagi, gedung parkir itu dibangun di Lapangan Merdeka yang merupakan inti kota. Jalan di sekeliling lapangan adalah area pembangunan berorientasi transit (TOD) atau pusat transit angkutan massal.
Lapangan terhubung dengan enam jalan utama dan stasiun kereta api yang melayani kereta api bandara, komuter, dan jarak jauh.