Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pupuk Subsidi Tak Mencukupi, Petani di Pematangsiantar Berutang

Kompas.com - 04/03/2024, 19:21 WIB
Teguh Pribadi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com- Petani padi sawah di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, mengeluh harga gabah murah sementara harga beras naik.

Minimnya ketersedian pupuk subsidi serta menurunnya angka panen pertahun membuat petani terlilit utang.

Pekerjaan sebagai petani di Pematangsiantar pun semakin tidak menjanjikan. Hal ini ditandai dengan munculnya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman yang hampir terjadi setiap tahunnya.

Lungga Hutauruk (60), petani gurem asal Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Siantar Marihat, Kota Pematangsiantar, mengatakan, harga gabah yang ditetapkan Tauke kepada petani saat ini berkisar Rp 4.500 sampai Rp 6.000 per kilogram.

Baca juga: Sulitnya Penggilingan Kecil Dapat Gabah Dinilai Ikut Buat Harga Beras Mahal

Menurut ibu empat anak itu, harga tersebut tidak sesuai dengan sulitnya petani mendapat pupuk subsidi dari distributor.

“Pupuk subsidi itu terbatas. Jadi kami terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya lebih mahal. Kami selalu mengeluh, tapi tak pernah memuaskan harga padi, padahal harga beras sekarang naik,” kata Lungga saat ditemui di sawahnya yang berlokasi di Jalan Bahkora II, Kelurahan Sukaraja, Pematangsiantar, Senin (4/2/2024).

Wanita yang bertani sejak 1993 ini melanjutkan, masa bercocok tanam yang seharusnya dua kali dalam setahun, terpaksa berubah jadi tiga kali dalam dua tahun karena iklim yang membuat debit air irigasi menurun drastis.

Sebagian petani mulai memupuk padi sawah di lahan pertanian yang dilindungi berlokasi di Kecamatan Siantar Marihat, Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumut, Senin (4/3/2024). KOMPAS.COM/TEGUH PRIBADI Sebagian petani mulai memupuk padi sawah di lahan pertanian yang dilindungi berlokasi di Kecamatan Siantar Marihat, Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumut, Senin (4/3/2024).

Faktor lainnya, menurut dia, produktivitas pertanian sawahnya menurun akibat penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) yang terjadi saat masa pertumbuhan padi serta serangan hama tikus.

Sawah yang dikelola Lungga masing-masing 4 rante dan 12 rante di lokasi yang berbeda, satu rante setara dengan 405 meter persegi. Tahun lalu, genap tiga kali ia gagal panen karena padi diserang tikus.

Baca juga: Pj Gubernur Sumatera Utara Tinjau TPS di Siantar-Simalungun: Partisipasi Pemilih Lancar

Lungga berharap pemerintah mampu menyesuaikan harga gabah dengan harga pupuk serta obat obatan tanaman padi. Setidaknya, kata dia, petani tidak terus merugi.

“Kalau anak anak saya ditanya, mereka tidak tertarik mau jadi petani karena penghasilan ekonomi dari pertanian banyaknya ruginya. Jadi kalau diterangkan apa penyebabnya, anak anak bilang, nggak usah bertani lagi kalau rugi terus,” ucapnya.

“Meski nggak beruntung, apalagi yang mau kami kerjakan? cuma ini,” sambungnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com