MEDAN, KOMPAS.com - Kebijakan sekolah lima hari yang dicanangkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, diklaim bisa menekan keterlibatan siswa dalam sejumlah aktivitas yang melanggar hukum, seperti tawuran.
Bukan itu saja, langkah mengubah sistem masuk sekolah ini juga dinilai mampu meningkatkan sektor ekonomi dari aspek pariwisata.
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara, Alexander Sinulingga, mengatakan sekolah lima hari ini bukan dadakan karena sudah ada kajian-kajian dan pertimbangannya.
"Ini manfaatnya banyak, sangat baik. Selain menekan keterlibatan siswa di geng motor, tawuran, ataupun penyalahgunaan narkoba, juga meningkatkan sektor perekonomian," kata Alexander kepada Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
Baca juga: Bobby Terapkan 5 Hari Sekolah, Orangtua: Keluyuran, Anak Sekolah Bukan PNS...
Menurut dia, anak-anak atau peserta didik sering terlibat dalam tiga hal tersebut: tawuran, geng motor, dan narkoba.
Makanya, mereka didekatkan dengan keluarga.
Artinya, peran keluarga juga penting di sini terkait tumbuh dan kembangnya anak didik.
Tidak bisa tuntas jika mendidik anak-anaknya dibebankan semua kepada sekolah.
"Makanya, pada Sabtu itu full libur dan tidak ada kegiatan sekolah supaya peran keluarga lebih besar di sini, tetapi bukan berarti sekolah lepas kontrol," tutur mantan Kepala Bagian Pengadaan Barang Jasa/Unit Kerja Kota Medan itu.
Jadi, kata dia, tidak hanya di sisi mendekatkan anak dengan keluarga, tetapi juga di sektor-sektor lain.
Baca juga: Bobby Terapkan 5 Hari Sekolah di Sumut, Siswa: Enak Banyak Libur...
Dengan adanya kedekatan keluarga pada peserta didik ini atau waktunya yang lebih banyak, diharapkan mereka berkunjung ke tempat wisata.
"Ini ada juga kaitannya dengan sektor pariwisata. Jadi, tidak hanya menguntungkan dari satu sisi saja," ujar Alexander.
Melancarkan program lima hari sekolah ini, Dinas Pendidikan Sumut sudah melakukan sosialisasi dengan seluruh cabang dinas dan kepala sekolah atau satuan pendidikan di tingkat SMA, SMK negeri, dan swasta.
Kebijakan tersebut nantinya akan dituangkan dalam bentuk peraturan gubernur (pergub) dan masih dalam tahap penyusunan kajian teknis.
Sebelumnya diberitakan, kebijakan ini mendapat kritik dari akademisi dan anggota Komisi E DPRD Sumut.