Persebaran peradaban Hindu dan Buddha di Indonesia seiring dengan berkembangnya perniagaan Asia sekitar abad ke-2 M.
Pada ruangan ini ditampilkan koleksi peninggalan agama Hindu-Buddha yang ditemukan di sekitar Sumatera Utara, di antaranya arkeologi dari situs Percandian Padang Lawas dan situs Kota Cina.
Benda koleksi tersebut antara lain terdiri dari arca batu, pecahan keramik, perunggu, mata uang kuno, dan sebuah replika candi induk dari Candi Bahal I.
Pada ruagan ini menampilkan berbagai artefak peninggalan masa Islam, seperti replika berbagai batu nisan dari makam Islam yang ditemukan di wilayah Barus, Sumatera Utara.
Ada juga nisan peninggalan Islam yang bercorak khas Batak, beberapa Al Quran, dan naskah Islam tua yang ditulis tangan.
Baca juga: Museum Wasaka: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka
Para pengusaha Eropa, khususnya Jerman, telah datang membuka perkebunan di Sumatera sebelum Hindia Belanda masuk dan memerintah di wilayah Sumatera.
Koleksi kolonial mengantarkan pada masa-masa tersebut, yakni perkebunan yang maju melahirkan Medan, sebagai kota multikultur.
Koleksi yang ditampilkan berupa komoditas perdagangan kolonial, alat-alat dan mata uang perkebunana, foto-foto sejarah, figur kolonial, dan replika kehidupan Kota Medan pada masa lalu.
Wilayah Sumatera Utara telah muncul benih-benih melawan penjajah jauh sebelum kemerdekaan.
Pada ruangan tersebut menceritakan perjuangan masyarakat Sumatera Utara sebelum 1908 hingga masa revolusi fisik 1945-1949. Termasuk, sejarah perjuangan pers di Sumatera Utara.
Ada lukisan kepahlawanan dan poster propaganda masa perang.
Peletakkan koleksi pertama oleh Presiden Soekarno
Museum Negeri Sumatera Utara dikenal sebagai Gedung Acra.
Hal tersebut karena peletakan koleksi pertama museum yang berupa arkeologis makara dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pertama, Ir Soekarno pada tahun 1954.
Peresmian Museum Negeri Sumatera Utara dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Yoesoef.
Baca juga: Museum Sri Baduga: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka