Satu per satu ibu rumah tangga mulai mendaftar. Perlahan-lahan jumlahnya bertambah. Cerita positif dari ibu-ibu itu pun kian menyebar dan membuat Bengkel Sampah mulai dikenal.
"Waktu diawal itu gudang sampahnya di rumah orangtua. Jadi di kamar, di ruang tamu, itu sampah semua," ucap Nazamuddin.
Sejak akhir tahun lalu, Nazamuddin bersyukur sudah memiliki gudang sampah secara mandiri di Desa Palopat Maria. Bengkel Sampahnya pun sudah memiliki 17 titik penyetoran sampah.
"Kami sudah bermitra dengan 8 desa dan 3 sekolah di Kota Padangsidimpuan. Lalu, 4 desa dan 2 sekolah di Tapsel," ucap Nazamuddin.
Dari seluruh titik itu, ada sekitar 60 relawan berperan membantu penyetor untuk memilah sampah, menimbang, dan mencatatnya di buku tabungan sampah.
"Syukurnya, sekarang ada enam orang yang saya pekerjakan untuk membangun Bengkel Sampah ini. Ada driver, menjemput sampah, memilah, dan lainnya," sebutnya.
Lalu, tiap dua minggu sekali, satu unit pikap akan menjemput sampah tersebut. Sampah itu nantinya akan dikirim ke gudang pengolahan sampah di Medan untuk dijadikan bahan bakar atau kerajinan tangan.
"Nah, kendaraan operasional ini masih jadi problem. Karena kami hanya punya 1 pikap, sedangkan kebutuhannya, 2 pikap dan 2 becak. Biar lebih efektif," ucap Nazamuddin.
Nazamuddin menerima 72 jenis sampah. Warga cukup memilah lalu mengantarnya ke tempat penitipan. Sampah ditimbang lalu beratnya dicatat di buku rekening selayaknya nasabah di bank.
"Alhamdullilah sekarang sudah 500 lebih nasabahnya. Saldonya bisa ditarik setelah 3 bulan. Nah, bersyukur juga per bulan itu ada 10 ton sampah setidaknya bisa dikelola," ungkap Nazamuddin.
Kerja nyata Nizamuddin mulai terasa dan disorot. Tahun 2023, ia masuk menjadi binaan PT Pegadaian dengan program MSME.
Ia mulai gencar mengajak masyarakat untuk mengemaskan tabungan sampah. Alhasil, sejauh ini ada 150 nasabah yang mengalihkan tabungan sampah menjadi tabungan emas.
Baca juga: Warga Bisa Buang Sampah Besar Gratis, Berikut Daftar Barangnya
"Nasabah kami beri pemahaman untuk memakai akun Pegadaian digital dan punya tabungan emas," sebut Nazamuddin.
Dari kerja sama itu pula, Nizamuddin ikut dalam Gerakan Edukasi Indonesia Bersih (GEIB) selama tiga bulan. Dia difasilitasi untuk memberi edukasi hingga pelatihan ke sekolah, komunitas, serta lainnya.
Langkah Nazamuddin tak berhenti di situ. Ke depan, ia hendak berinovasi. Menyulap sampah jadi produk yang bermanfaat dan bisa diperjualbelikan.
Salah satunya, mengubah sampah menjadi paving block. Sayangnya, ia masih terkendala di sumber daya manusia. Mesin telah tersedia, tetapi operator untuk mengoperasikan mesin belum ada.
"Selain itu, sejak Agustus ini, aplikasi Bengkel Sampah sudah mulai difungsikan. Itu seperti mobil m-banking. Jadi nasabah bisa cek tabungan secara digital," ujar Nazamuddin.
"Memang masih ada 50 nasabah yang pakai aplikasi ini. Semoga cepat berkembang," tuturnya.
Bagi Sri Wahyuni apa yang dilakukan Nazamuddin patut diancungi jempol. Menurutnya, sarjana yang merantau lalu pulang dengan gagasan membangun kampung jarang ditemui.
Nazamuddin melakoni jalan itu dan menjadi penggagas pengelola sampah terpadu pertama di Tapsel. Sejak tahun lalu, Sri sudah mendukung Bengkel Sampah Nazamuddin.
Guru ngaji ini meluangkan waktunya untuk menjadi relawan di Kelurahan Aek Pining, Kabupaten Tapsel. Ia bersama empat ibu-ibu lainnya berjibaku untuk mengajak warga menjadi nasabah bank sampah.
"Awalnya ada sosialisasi soal Bengkel Sampah ini di kelurahan. Dari situ saya tertarik karena memang masalah sampah ini cukup meresahkan. Makanya mau lah saya jadi relawan," ujar Sri.
Perannya sebagai relawan tak rumit. Sri menyediakan lapak untuk melayani penyetoran sampah di halaman rumahnya. Setiap sampah yang disetor nasabah ditimbangnya, dipilah-pilah dan dicatat. Adapun nasabah datang di waktu yang tak tentu.
"Nah, kami ini kan sudah bikin grup di WA. Kalau ada yang mau setor saya stand by. Namun, kalau lokasinya agak jauh, kami yang jemput pakai becak motor. Satu minggu itu, mau ada 100 kg yang nyetor sampah," ucap Sri.
Wanita berusia 45 tahun ini pun mendapati beragam tantangan, mulai dari menghadapi cerewetnya nasabah saat mempermasalahkan harga sampai nasabah yang tak membersihkan sampah sebelum disetor.
Namun, Sri tak menyerah. Dalam kesempatan itu pula, dirinya memberi edukasi bahwa apa yang dilakukannya bukan semata-mata untuk uang. Lebih dari itu, menyelamatkan lingkungan agar dapat dinikmati generasi ke depan.