Namun, apa yang disampaikan polisi berbeda dengan pernyataan Migrant Care.
Koordinator Advokasi Kebijakan Migrant Care Badriyah menuturkan, orang-orang yang dikerangkeng itu bukanlah pencandu narkoba.
Mereka yang berada di kerangkeng manusia, hidup dengan kondisi yang tidak layak, dipekerjakan di kebun sawit milik Bupati nonaktif Langkat, dan ada dugaan penyiksaan.
Badriyah menduga bahwa ada perbudakan modern yang dilakukan Bupati nonkaktif Terbit Rencana Perangin-Angin.
Menurut Badriyah, pihaknya mendapati temuan itu berdasarkan laporan masyarakat yang tidak bisa disebutkan identitasnya.
Laporan itu disampaikan lewat aplikasi percakapan WhatsApp.
"Informasinya mereka pekerja (bukan pencandu narkoba). Kalau rehabilitasi itu kan BNN, kenapa itu di rumah bupati. Jadi mereka tidak digaji, kerja sepuluh jam, dan makan hanya dua kali sehari," jelasnya, Senin.
Baca juga: Penghuni Kerangkeng Manusia Bupati Nonaktif Langkat Diduga Sering Dipukuli Sampai Lebam
Dilansir dari Tribun Medan, Penanggung Jawab Migrant CARE Anis Hidayah menyatakan, tempat itu bukan digunakan untuk rehabilitasi pengguna narkoba.
“Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ujarnya, Senin.
Orang-orang itu, kata Anis, diduga mendapat penyiksaan oleh orang suruhan Terbit.
"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," ucapnya.
Baca juga: [POPULER REGIONAL] Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat | Tersesat gara-gara Google Maps