Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat Ada sejak 2012, untuk Apa?

Kompas.com, 25 Januari 2022, 07:11 WIB
Reza Kurnia Darmawan

Editor

KOMPAS.com - Temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin menjadi sorotan.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara Kombes Hadi Wahyudi mengatakan, kerangkeng manusia itu sudah ada sejak 2012.

"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba, atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," ujarnya, Senin (24/1/2022) sore.

Hadi menuturkan, pada 2017, Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Langkat sempat berkoordinasi dengan Terbit.

Baca juga: Kerangkeng Manusia Ditemukan di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Kapolda Sumut: Itu Tempat Rehabilitasi

Kala itu, BNNK Langkat menyampaikan bahwa apabila memang dijadikan tempat rehabilitasi, harus ada perizinannya.

Menyoal perizinan, Kapolda Sumatera Utara Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak mengungkapkan hal serupa.

Panca menjelaskan, meski sudah ada selama 10 tahun, tempat itu belum mempunyai izin.

“Yang bersangkutan itu menerangkan, bahwa itu waktu saya tangkap di perjalanan saya dalami, itu sudah lebih 10 tahun dan pribadi," ucapnya kepada wartawan, Senin siang.

Baca juga: 2 Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat Diisi 27 Orang, Pekerja Kebun Sawit

Temukan sejumlah orang dalam kerangkeng

Ilustrasi penjara.. Ilustrasi penjara.

Kerangkeng manusia itu ditemukan di rumah Terbit Rencana Perangin-Angin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).

Keberadaan kerangkeng diketahui saat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi menerangkan, terdapat dua kerangkeng berukuran 6x6 meter di rumah tersebut.

Dua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Ketika pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi.

Baca juga: Polisi Sebut 27 Orang yang Dikerangkeng di Rumah Bupati Langkat Diantar Sendiri oleh Orangtua

"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," ungkapnya.

Mengenai orang-orang yang berada di kerangkeng, Kapolda Sumut membeberkan bahwa mereka adalah pengguna narkoba.

Saat Panca menemukannya pertama kali bersama tim KPK, di kerangkeng itu terdapat 3-4 orang.

Mereka, sebut Panca, adalah pengguna narkoba yang baru dimasukkan ke tempat itu selama dua hari.

Baca juga: Edy Rahmayadi Minta Polisi Segera Usut Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

"Yang lainnya sedang bekerja di kebun. Jadi pagi kegiatan mereka. Kegiatan itu sudah berlangsung selama 10 tahun,” tuturnya.

Berdasarkan hasil pendalaman, orang-orang tersebut adalah warga binaan yang sudah sehat dan dipekerjakan di kebun sawit milik Bupati nonaktif Langkat.

"Dan sebagian besar di sana direhab di sana oleh pribadinya, cukup baik. Kesehatannya bagaimana? Sudah dikerjasamakan dengan puskesmas setempat dan Dinas Kesehatan kabupaten," terangnya.

Baca juga: Sederet Fakta Kerangkeng Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat, Diduga Alat Perbudakan Modern

Perbudakan modern

Diduga kerangkeng manusia ditemukan di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Keberadaan kerangkeng itu diduga merupakan bentukan dari perbudakan moderen. Kerangkeng diisi para pekerja sawit. Foto keberadaan kerangkeng itu dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM, Senin (24/1/2022).KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Diduga kerangkeng manusia ditemukan di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Keberadaan kerangkeng itu diduga merupakan bentukan dari perbudakan moderen. Kerangkeng diisi para pekerja sawit. Foto keberadaan kerangkeng itu dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM, Senin (24/1/2022).

Namun, apa yang disampaikan polisi berbeda dengan pernyataan Migrant Care.

Koordinator Advokasi Kebijakan Migrant Care Badriyah menuturkan, orang-orang yang dikerangkeng itu bukanlah pencandu narkoba.

Mereka yang berada di kerangkeng manusia, hidup dengan kondisi yang tidak layak, dipekerjakan di kebun sawit milik Bupati nonaktif Langkat, dan ada dugaan penyiksaan.

Badriyah menduga bahwa ada perbudakan modern yang dilakukan Bupati nonkaktif Terbit Rencana Perangin-Angin.

Baca juga: Kerangkeng di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Migrant Care Sebut Perbudakan, Polisi Bilang Tempat Rehabilitasi

Menurut Badriyah, pihaknya mendapati temuan itu berdasarkan laporan masyarakat yang tidak bisa disebutkan identitasnya.

Laporan itu disampaikan lewat aplikasi percakapan WhatsApp.

"Informasinya mereka pekerja (bukan pencandu narkoba). Kalau rehabilitasi itu kan BNN, kenapa itu di rumah bupati. Jadi mereka tidak digaji, kerja sepuluh jam, dan makan hanya dua kali sehari," jelasnya, Senin.

Baca juga: Penghuni Kerangkeng Manusia Bupati Nonaktif Langkat Diduga Sering Dipukuli Sampai Lebam

Dilansir dari Tribun Medan, Penanggung Jawab Migrant CARE Anis Hidayah menyatakan, tempat itu bukan digunakan untuk rehabilitasi pengguna narkoba.

“Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ujarnya, Senin.

Orang-orang itu, kata Anis, diduga mendapat penyiksaan oleh orang suruhan Terbit.

"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," ucapnya.

Baca juga: [POPULER REGIONAL] Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat | Tersesat gara-gara Google Maps

Anis mengungkapkan, mereka dipekerjakan secara paksa oleh Terbit. 

"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," terangnya.

Setelah mereka selesai bekerja, Terbit memenjarakan mereka agar tidak bisa lari ke mana-mana.

Baca juga: Terkuaknya Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat yang Terjaring OTT KPK

Orang-orang itu juga disebut tak mendapat upah. Anis menuturkan, jika mereka meminta, pekerja bakal mendapat pukulan dan siksaan.

Anis menegaskan, keadaan ini bertentangan dengan hak asasi manusia.

"Bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, prinsip anti penyiksaan, dimana pemerintah Indonesia telah meratifikasi dan hak atas kebebasan bergerak yang diatur dalam instrumen HAM," tandasnya.

Baca juga: Ditanya Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Kakak Terbit Rencana Perangin Angin Bungkam

Oleh karena itu, Migrant Care sudah melaporkan temuannya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Laporan telah diterima oleh Komisioner Khoirul Anam.

Dikatakan Badriyah, tindak lanjut dari laporan itu adalah Komnas HAM akan mengadakan investigasi.

"Kita tunggu hasil investigasi Komnas HAM," sebutnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Medan, Dewantoro | Editor: Khairina, Gloria Setyvani Putri, Abba Gabrillin)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Terbongkar Sudah, Penjara Bupati Langkat bukan untuk Rehab, Migrant Care Sebut Tempat Penyiksaan

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Menjarah dan Merusak Warung Warga Usai Tawuran, Pemuda di Medan Ditembak
Menjarah dan Merusak Warung Warga Usai Tawuran, Pemuda di Medan Ditembak
Medan
 Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Tim SAR Pergi, Betty Ritonga Terus Mencari Ibunya yang Terseret Banjir dan Longsor di Hutanabolon
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Periksa Ayah dan Kakak Pelaku
Medan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Sempat Terputus Akibat Longsor, Akses Jalan di Sipirok Tapanuli Selatan Mulai Bisa Digunakan
Medan
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Kasus Anak Diduga Bunuh Ibu di Medan, Polisi Dalami Motif dan Periksa Saksi
Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Polisi Beri Pendampingan Psikologis terhadap Anak Diduga Bunuh Ibu Kandung di Medan
Medan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
28 Jam Perjalanan Menembus Kota Sibolga, Kondisi Mencekam yang Tak Terbayangkan
Medan
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Kendala Tim SAR Gabungan Temukan Korban Longsor Sibolga: Terus Hujan dan Akses Jalan Sempit
Medan
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
7.780 Rumah Warga Langkat Sumut Rusak akibat Banjir, Pemerintah Siapkan Bantuan Rp 15-60 Juta
Medan
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Penjelasan Bobby soal Isu Pemotongan Anggaran Bencana di Sumut
Medan
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Warga Meninggal akibat Banjir di Langkat Sumut Bertambah Jadi 13 Orang
Medan
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Viral Video Sopir Truk Dianiaya Bajing Loncat Saat Antre BBM di Medan, 1 Pelaku Ditangkap
Medan
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Jembatan Penyeberangan Rusak akibat Banjir, Warga Sakit di Tapsel Dievakuasi Pakai Perahu
Medan
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Hutanabolon Tapanuli Tengah Belum Teraliri Listrik, Warga: Kasihlah Kami Genset Mini Saja
Medan
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Bobby Perpanjang Status Tanggap Darurat Banjir dan Longsor di Sumut sampai 24 Desember
Medan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau