Permintaan lain adalah mencabut Domestic Market Obligation (DMO). Ketetapan pungutan yang masa berlakukanya sampai 31 Agustus 2022 ini bisa direlaksasi atau menunggu sampai situasi kembali normal.
"Kami tidak minta nol, ada pungutan tapi yang wajar kalau harga belum stabil. Tapi enggak harus enggak ada pungutan karena itu kan, pendapatan negara, tapi yang wajarlah, tidak seperti kemarin," imbuh dia.
Ditanya dampak yang dialami petani akibat anjloknya harga sawit, Gus menyebutkan, sangat besar.
"Ini anak-anak udah mau kuliah, tidak bisa lagi cuti, HTP kami sejujurnya di Rp 2.000-an. Kalau harganya pecah Rp 1.000, bukan lagi kami enggak mampu, sudah rugi. Bukan lagi berdampak, ya memang sudah matilah," tutur Gus.
Baca juga: Harga TBS Sawit di Jambi Menyedihkan, Anjlok hingga Rp 700 Per Kg
Memakili 400.000 petani sawit di Sumut yang tergabung di Apkasindo, kembali Gus berharap agar harga Permendag menjadi acuan.
Katanya, harga KPBN adalah penawaran pengusaha yang prinsipnya: beli murah jual mahal.
Para pengusaha diharap beritikad baik dalam situasi darurat nasional saat ini, jangan ada lagi perbuatan-perbuatan nakal, bentuk perlawanan atau apa.
Perlu juga pengawasan melekat dari pemerintah dan sanksi hukum yang tegas karena di beberapa regulasi, sanksinya masih bersayap.
Dalam pengawasan, Aparat Penegak Hukum (APH) harusnya terlibat, baik polisi maupun kejaksaan.
"Selama ini tidak ada pengawasan, APH kurang begitu paham tentang sawit. Mereka hanya mengawasi APBD, APBN, itu aja yang tau mereka. Sawit ini, uangnya banyak, mereka terkejut juga bahwa kita devisa terbesar untuk negara tapi perlakuannya dalam tanda kutiplah, semena-mena. Contohnya, pemerintah selama ini tidak pernah mengekspor sawit, yang mengekspor swasta. Berarti kebijakan pemerintah melindungi swasta 100 persen, masa nasionalismenya enggak ada?" ungkap Gus.
Baca juga: Larangan Ekspor CPO Dicabut, Harga TBS Sawit di Aceh Merangkak Naik
Menjelang Hari Raya Idul Adha lalu, harga TBS di Aceh, Sumut, Riau dan Sumbar anjlok sampai bawah Rp 1.000 perkilogram.
Menjaga harga TBS di tingkat pekebun, pemerintah melalui menteri pertanian pada 30 Juni meminta para kepala daerah di sentra sawit membantu pekebun dengan menginstruksikan pabrik kelapa sawit (PKS) membeli TBS dari pekebun swadaya di harga Rp1.600 per kilogram.
Pemerintah daerah diminta memfasilitasi kemitraan kelembagaan pekebun dengan pabrik.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah 1 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ridho Pamungkas mengapresiasi upaya pemerintah tersebut.
Namun di sisi lain, dia tidak menampik kondisi pabrik yang juga kesulitan menjual CPO-nya ke industri karena belum pulihnya perdagangan ke luar negeri.
"Banyak PKS memilih tidak membeli TBS petani karena tangki penampungan CPO telah penuh," ungkapnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.