Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggantungkan Hidup dari Tangkapan di Pesisir Timur Sumut (Bagian 3)

Kompas.com - 14/09/2023, 21:55 WIB
Dewantoro,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

"Di titik ini, dulunya adalah sawah. Orang tua saya adalah petani padi, di sini ini lah sawahnya, pas dekat dengan tower ini," katanya.

Amat berkata, wilayah yang kini berair itu dulunya areal persawahan dan daratan yang ditanami kelapa.

Tahun 1978, ada pembangunan tower listrik dan pembuatan parit. Pada saat itulah air asin masuk ke areal persawahan dan daratan. Petani saat itu tak bisa berbuat banyak meski tak lagi bisa menanam padi.

"Masuknya air asin secara perlahan sehingga tidak bisa bercocok tanam padi dan kelapa jadi sekarang ini inilah yang bisa tumbuh di wilayah ini hutan-hutan di sini," katanya.

Dengan kondisi yang terjadi, masyarakat pun mulai meninggalkan wilayah itu. Kemudian masuk tambak udang dan ikan di tahun 1980 sampai 1990-an. Tak berlangsung lama dan ditinggalkan begitu saja sehingga tandus.

Sejak 7-8 tahun yang lalu, beberapa orang yang sadar dengan kondisi lingkungannya mulai berbenah dengan menanami mangrove. Masyarakat itu membentuk kelompok tani. Setelah mangrove berhasil tumbuh dengan baik, nelayan tradisional mulai bisa mengambil manfaatnya.

"Dulunya kepiting, ikan, udang alam susah didapat. Nah, adanya hutan mangrove ini sekarang gampang dapatnya. Penghasilan lainnya ya dari budidaya kerang. Kalau kerang ini tidak merusak mangrove, tidak seperti tambak. Jadi kami rasakan betul manfaat mangrove ini," katanya.

Orang yang turut andil memulihkan mangrove di sini adalah Wibi Nugraha.

Baca juga: Rusaknya Ekosistem Pesisir Timur Sumatera gara-gara Deforestasi Mangrove (Bagian 2)

Penerima penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada Maret 2023 dan Juara terbaik 1 Nasional Wana Lestari 2019 Kader Konservasi Alam Nasional itu mengatakan upaya restorasi mangrove ini hanya bisa dilakukan bersama-sama.

Tahun 2020 dia bersama anggota Polri yang bertugas di Polairud Polda Sumut, Abdul Kadir Nasution dan juga anggota kelompok tani melakukan penanaman secara swadaya. Penanaman mangrove dilakukan setiap hari. Bibitnya pun dicari menggunakan perahu.

"Perjuangan kawan-kawan dari kelompok tani, kelompok mangrove di sini, hasilnya menurut saya sangat memuaskan tinggal bagaimana pihak-pihak di luar memberikan kesempatan ataupun kepercayaan kepada Kelompok Tamba Deli untuk membantu mereka merealisasi merestorasi hutan mangrove. Ikan, kepiting dan udang udah mudah didapat, beda dengan beberapa tahun lalu. Manfaat mangrove sangat dirasakan," katanya.

Hingga kini sekitar 40 hektare lahan yang dulunya tambak terbengkelai berubah menjadi hutan mangrove yang kondisinya terjaga. Masyarakat yang dulunya enggan menanam mangrove kini merasakan dampaknya dan dengan sendirinya menanam mangrove.

"Sekali penanaman selama 4-5 hari, paling sedikit bawa 3.000 batang. Nah, lestarinya mangrove ini mereka bisa budidaya kerang. Tidak merusak mangrove, ekonomi terbantu. Makanya kita harus punya niat, kompak dan bersemangat," katanya.

Liputan ini didukung oleh Rainforest Journalism Fund - Pulitzer Center

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com