Junirwan menjelaskan bahwa lokasi yang dipagari oleh kliennya memiliki lahan 40,08 hektar dan telah dimiliki sejak tahun 1982 melalui proses ganti rugi dari masyarakat.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa baru pada tahun 2022 pihaknya mengetahui bahwa sekitar 12 persen lahan yang dikuasai kliennya masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
Baca juga: Jembatan Penghubung 3 Kabupaten di Nias Roboh, Bobby Janji Bangun Tahun Ini
Terkait hal ini, Junirwan menyatakan bahwa kliennya telah mengajukan permohonan agar areal lahan tambak tersebut dikeluarkan dari kawasan hutan dan diberi kesempatan untuk menyelesaikan perizinan, sehingga usaha pertambakan kliennya tidak berstatus ilegal.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya memiliki surat keterangan tanah (SKT) Camat atas kepemilikan tanah dan lahan tambak tersebut.
Junirwan menyesalkan sikap Kadis LHK yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan pembongkaran.
Menurutnya, seharusnya Pemprov Sumut memiliki skema yang baik dalam menyelesaikan persoalan ini, bukan memprovokasi rakyat untuk merusak dan mengambil pagar seng milik kliennya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang