KOMPAS.com - Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel Medan adalah gereja tertua di Kota Medan.
Lokasi GPIB Immanuel Medan berada di Jalan Pangeran Diponegoro No. 25 – 27 Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.
Baca juga: Jalan Tertua di Medan Ada di Kesawan, Sekarang Bernama Jalan Ahmad Yani
Dilansir dari Tribun-Medan.com, berdasarkan arsip lembaran Kenegaraan Belanda tahun 1912 Nomor 497, GPIB Immanuel Medan dibangun sekitar tahun 1912.
Bagian Administrasi Gereja Protestan indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel Medan, Ruth Sembiring, menceritakan sejarah gereja ini ketika ditemui Tribun-Medan.com pada Rabu, (22/5/2019).
Baca juga: Gedung London Sumatera, Bangunan Tua Pemilik Lift Pertama di Medan
Ruth menyebut bahwa GPIB Immanuel Medan merupakan gereja peninggalan masa pendudukan Hindia Belanda.
Pada masa itu, gereja ini menjadi tempat peribadatan anggota-anggota Gereja Protestan di Hindia Belanda.
Baca juga: Gedung Warenhuis, Bekas Swalayan Pertama di Medan yang Mulai Bersolek
Semula GPIB Immanuel Medan dibangun dengan nama nama Indische Kerk atau Staatskerk.
Setelahnya, bangunan gereja ini diserahkan oleh Walikota Medan dengan hak eigendom.
"Indische Kerk atau Staatskerk dibangun dengan gaya bangunan Renaissance, dilengkapi dengan sebuah menara. Gedung Gereja tersebut dihiasi dengan jam yang indah dan sebuah lonceng yang dapat didengar sejauh 3 kilometer," tutur Ruth.
Lebih lanjut, sejarah GPIB Immanuel Medan tidak lepas dari masa keemasan Kota Medan di awal abad ke-19.
Sejak perpindahan residen Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tahun 1886, terjadi perubahan besar-besaran terhadap wajah Kota Medan.
Kala itu, industri perkebunan melaju pesat sehingga dilakukan sebuah perjanjian kontrak antara pihak Belanda dan pihak Kesultanan Deli.
Salah satunya adalah penyerahan landscap atau tanah Kesultanan Deli dengan Gemeente (Pemerintah Sumatera Timur) yang ditandatangani oleh Alm. Sultan Ma'Mun Al Rasyid dan Burgemeester (Walikota) Medan pertama pada masa itu, Baron Daniel Mackay.
Setelah penyerahan itu, Baron Mackay mulai membangun infrastruktur Kota Medan yang salah satunya berupa sarana ibadah.
Setelah gereja selesai dibangun, ibadah pun dilaksanakan setiap hari Minggu dengan jemaat merupakan orang-orang Belanda dari Kota Medan maupun mereka yang bekerja di perkebunan dari berbagai pelosok daerah sekitar Kota Medan.