Kasus dugaan suap yang menyeret Kapolrestabes Medan ini berawal dari penggeledahan di rumah salah satu bandar narkoba bernama Jusuf alias Jus.
Dalam penggeledahan itu, petugas menemukan koper berisi uang Rp 650 juta dari atas plafon kamar Jusuf.
Kemudian, barang itu dibawa para petugas tanpa dilengkapi Surat Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri dan Berita Acara Penyitaan.
Namun, tas berisi uang itu bukannya dibawa ke Polrestabes Medan, tetapi justru didugaa dibagi-bagi ke sejumlah anggota Satresnarkoba yang terlibat penggeledahan.
Dari pembagian itu, diduga Matredy mendapatkan Rp 200 juta, Ricardo Siahaan mendapat Rp 100 juta, Dudi Efni Rp 100 juta, Marjuki Ritonga Rp 100 juta dan Toto Hartono Rp 95 juta dan dipotong uang posko Rp 5 juta.
Lalu, pada 23 Juni 2021, Imayanti melalui anaknya, Rini Susanti, membuat laporan ke Polda Sumut.
Keluarga melaporkan bahwa petugas Satres Narkoba Polrestabes Medan yang dipimpin Dudi Efni saat melakukan penggeledahan telah melawan hukum karena mengambil uang dari tiga buah tas milik Jusuf dan Imayanti.
Atas perbuatannya, para anggota polisi itu menjadi terdakwa dan diancam pidana dalam Pasal 365 ayat (2) ke-2 atau Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHPidana.
Sementara itu, dalam kesaksiannya pada sidang Kamis (6/1/2022) di Pengadilan Medan, Matredy mengatakan, mantan Kanit Satu Res Narkoba Polrestabes Medan AKP Paul Simamora menerima uang Rp 350 juta dari terduga bandar narkotika Imayanti usai diamankan.
Uang itu dsebut-sebut sebagai tebusan agar Imayanti dapat bebas usai di rumahnya didapati sabu serta buku catatan penjualan sabu.
Menurut kesaksian Matredy, hal itu membuat mereka berani untuk membagikan uang Rp 600 juta hasil penggeledahan rumah Imayanti yang tak dilaporkan ke kantor usai penggeledahan.
Sementara itu, Kapolda Sumut sempat menanyakan soal suap Rp 300 juta kepada Kompol Paul.
Baca juga: Kapolrestabes Medan Dicopot Bukan karena Terima Suap Istri Bandar Narkoba, Ini Alasan Sebenarnya